Ruangan sekretaris lurah tampak rapi saat Aldiana memasukinya bersama dengan si pemilik ruangan. Tirta langsung berjalan ke arah mejanya dan mempersilakan gadis itu duduk.
"Waaaaah….." gumam Aldiana spontan saat melihat ke seluruh dinding yang terpasang foto Tirta disana. Tirta meresponnya dengan tawa kecil dan mulai menduduki kursi kerjanya.
"Kenapa? Tidak ada yang spesial kok dengan foto-foto itu." ujar Tirta dan membuat Aldiana malu.
"Ma-maaf, saya gampang terpesona." aku Aldiana sambil tersenyum malu. Tirta hanya mengangguk dan satu tangannya mengambil sebuah foto berukuran 4R dengan frame berwarna coklat kayu itu lalu menunjukkannya pada gadis itu.
"Yang ini nih lurah disini. Namanya Surya Arkananta." kata Tirta sambil menunjuk ke seorang lelaki berbadan tinggi dan berambut hitam pendek di foto itu. Aldiana melihat ke arah telunjuk itu dan terperangah. Orang yang dimaksud sebagai 'lurah' itu lebih terlihat seperti artis dari kawasan Asia Timur daripada orang Indonesia tulen.
"Yang ini?" gumam Aldiana tidak percaya.
"Iya, yang itu." tanggap Tirta datar. "Gak percaya ya?"
"Ng…. Yah…."
"Gak apa. Banyak orang yang gak percaya kalo Surya adalah lurah. Ada yang ngira dia orang Korea, padahal dia kelahiran Kutai Kartanegara." kata Tirta sambil menaruh foto itu di atas mejanya dan kembali bercerita. "Dia itu tipikal seorang alumni sekolah kepamongprajaan pada umumnya, dek. Kamu bisa jabarin sendiri kesananya gimana."
Aldiana menyimak cerita itu dengan muka cengo. Tipikal alumni sekolah kepamongprajaan? Apa dia seseorang yang disiplin, respek dan loyal sesuai dengan doktrin di kampus? Atau justru terkesan dingin, angkuh, dan galak? Aldiana sulit menerjemahkan maksud dari Tirta itu seperti apa hingga akhirnya dia menyerah dan memberikan gestur mengangguk lemah.
"Tapi keknya nanti kamu bisa mengenalnya lebih dekat kalo dia udah selesai diklat. Sekarang sih sabar aja." lanjut Tirta sambil mengambil minuman air mineral gelasan dan menaruhnya di depan Aldiana dan dirinya sendiri. "Kamu sendiri nggak penasaran soal saya?"
"Hmm, kan tadi udah diceritain pas perkenalan tadi."
"Astaga, kamu benar-benar jujur sekali." Tirta menggelengkan kepala saat mendengar jawaban polos dari Aldiana. Gadis itu langsung memasang gestur menunduk saat itu.
"Siap salah!" ujar Aldiana dengan nada canggung khas junior yang baru saja melakukan kesalahan besar. Tirta hanya menggelengkan kepala sambil melambaikan tangannya.
"Wow, gak apa kok. Santai, saya bukan senior yang terlalu gila senioritas." ujarnya sambil menenangkan Aldiana. Setelah kejadian yang membuat canggung itu mereda, akhirnya Aldiana kembali bertanya pada Tirta.
"Apa kalian seangkatan?"
"Hm? Maksudmu saya sama Surya?"
Aldiana mengangguk kecil sebagai respon.
"Hmmmmm, yeah." Tirta hanya mengangguk pelan. "Kami seangkatan kok."
Lagi-lagi gadis itu terperangah. Satu angkatan berada dalam satu kantor memang hal lumrah, tapi jika mereka sama-sama pemegang jabatan yang berdekatan, bukankah itu keren? Berasa 'pasangan emas' di kantor pemerintahan, pikirnya.
"Keren pak." gumam Aldiana singkat. Di saat yang sama, Timothy masuk ke ruangan sambil membawa satu dokumen di tangannya dan diserahkan ke Tirta untuk ditandatangani. Sesaat, Tirta mengecek tiap lembarnya dan mulai membubuhkan tanda tangannya disana lalu diberikan kembali ke Timothy.
"Hey, kenapa kamu sangat ingin tau siapa lurah disini? Baru hari pertama lho." ujar Tirta sambil menatap Aldiana lama. "Rasanya jarang aja gitu ada pegawai baru yang langsung bertanya soal atasannya siapa dan sampai mencari fotonya."
"Ah, anu……" Aldiana memalingkan wajahnya. Tidak mungkin kan jika dia memberitahu perihal kenangan buruk semasa kuliah yang membuatnya jadi mudah penasaran dengan atasannya dan senior satu almamater. Tirta hanya menghela napas panjang dan mengangguk pelan.
"Ya sudah. Lebih baik sekarang kembali ke meja pelayanan dan temani Moty disana biar sekalian belajar." ujar Tirta memberi komando pada Aldiana. Gadis itu hanya mengangguk dan beranjak dari tempat duduknya.
~000~
Chapter 1 -end-
0 Komentar