Chapter 3 (section 2)



“Teh Aldi, boleh minta tolong untuk bawain ini ke ruangan pak Lurah?”

Raut wajah Aldiana berubah menjadi penasaran ketika Timothy memberikan sebuah draft surat keterangan padanya saat itu. “Bukannya harusnya kang Moty yang bawain ya?” tanyanya singkat.

“Yaaaaaah, aku harus ngerjain satu surat lagi nih, teh. Buat si ibu itu.” kata Timothy sambil menunjuk seorang ibu yang duduk di kursi dekat meja pelayanan. Sambil mengangguk, Aldiana membawakan draft surat itu kepada Surya. Begitu sampai di depan pintu ruangan lurah, gadis itu mengetuk pintu itu dengan dua kali ketukan dan membuka pintunya lalu melihat Surya tengah membaca sebuah dokumen. 

“Oh, mbak Aldi?” sapa Surya dengan ekspresi poker-face pada Aldiana. Yang disapa hanya tersenyum kecut karena canggung. 

“Ehm, bapak panggil nama saya aja…” koreksi Aldiana dengan suara pelan. 

“Oh iya, Aldi. Ada yang bisa kubantu?”

"Ehm…" lagi-lagi gadis itu berdeham dan memberikan draft surat itu di depan Surya. Si penerima surat tidak berkomentar saat Aldiana tidak memberitahu apapun. Dia justru terfokus pada setiap kalimat yang ada di dalam surat itu.

"Sebentar--" Surya langsung mengambil pulpen di sampingnya dan mulai menulis sesuatu di draft surat itu. Sesaat dia melirik ke Aldiana dengan ekspresi heran, "siapa yang bikin surat ini?" 

"Kang Moty, pak. Kenapa pak?" 

"Tolong panggilkan Moty kesini." perintah Surya dengan mantap. Aldiana langsung keluar dari ruangan lurah dan memanggil Timothy yang masih fokus mengetik surat untuk warga. 

“Kang, dipanggil tuh.”

“Sama siapa?”

“Sama pak lurah, lah!”

“Waduh!”

Seruan spontan dari Timothy membuat gadis itu terkejut. Yang lebih parah, dia langsung berdiri dari duduknya dan bergegas ke ruangan lurah dengan tergesa-gesa. Kenapa pula dia, gumam Aldiana heran dan duduk di kursi operator sembari melanjutkan ketikan surat itu. Beruntung, warga yang tengah dilayani itu sedang terfokus dengan ponselnya sehingga tidak begitu atensi dengan kejadian barusan. 

Begitu surat selesai dicetak, Aldiana bergegas membawa surat itu untuk ditandatangani oleh lurah. Baru saja sampai di depan pintu, Timothy baru saja keluar dari ruangan itu sambil memegang sebuah kertas dan nyaris menabrak Aldiana jika dia tidak refleks mengerem tubuhnya sendiri.

“Hey, hampir saja!” seru Aldiana mendadak sewot. Timothy menatap Aldiana sekilas lalu menggaruk kepalanya sendiri dan berekspresi suram. 

“Sori, teh.” gumamnya pelan. Ketika Timothy berjalan ke ruang pelayanan dengan langkah gontai, Aldiana tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya. Apa yang terjadi antara Timothy dan Surya? Menurut pengamatan ngasalnya, Timothy pasti baru selesai dimarahi oleh Surya. Tapi masa sih dimarahi sampai seperti itu? Jangan-jangan…

Surya baru menyedot darah pegawainya!? Kek drakula dong!?

Aldiana langsung menepis imajinasinya yang semakin ngawur. Daripada dirinya terus berspekulasi yang aneh-aneh, akhirnya gadis itu memantapkan niatnya untuk masuk ke ruangan lurah. Saat masuk, Aldiana merasakan hawa-hawa negatif memenuhi ruangan itu. 

~000~



to be continued

Posting Komentar

0 Komentar