Chapter 2 (section 4)



"Pak, punten saya duluan."

Bu Eneng baru saja pamitan dengan para pegawai sambil menjalankan sepeda motornya. Para pegawai lain pun satu per satu keluar dari kantor dan Aldiana keluar bersama dengan Tirta yang sedang menutup pintu kantor.

"Kamu pulang naik kendaraan apa? Atau kamu mau ikut sama saya aja?" 

Tawaran Tirta itu dianggap aneh oleh Aldiana. Entah kenapa, pertanyaan terakhirnya terkesan ambigu, apalagi pimpinannya itu berbicara dengan ekspresi wajah yang sangat datar. Kenapa kesannya kek plot penculikan begitu sih?, pikir gadis itu.

Aldiana langsung menendang pikiran aneh itu dan langsung tersenyum saat menanggapi pertanyaan itu. "Naik ojek online aja kok, kak. Lagian nanti mau mampir dulu ke minimarket buat jajan." 

“Kesannya ribet ya.” ujar Tirta sambil melepas kacamatanya sambil membersihkannya dengan lap kacamata miliknya. “Gini aja, saya antar sampe ke minimarket saja ya? Daripada kamu bayar ongkos dua kali untuk naik ojek?”

Ucapan Tirta sangat masuk akal sehingga Aldiana mengangguk pelan. Akhirnya dia mengiyakan ajakan Tirta untuk pulang bersamanya. Begitu Tirta sudah membuka pintu mobil miliknya, Aldiana pun memasuki ruang tengah mobil itu. 

“Dek, kenapa gak di depan saja?” tanya Tirta penasaran. 

Aldiana hanya tersenyum malu saat ditanya seperti itu. Dia pun menjawab dengan nada pelan, “Gak apa, kak. Lebih enak disini.”

“Saya jadi ngerasa sebagai driver taksi online ya…” gumam Tirta singkat. Meskipun merasa malu dengan perkataan seniornya itu, Aldiana tetap bergeming dari tempat duduknya. Akhirnya mobil itu berjalan meninggalkan kantor itu perlahan.

“Oh iya dek, kamu punya hobi?”

Aldiana kicep saat Tirta bertanya hal seperti itu. Soal hobi, entah kenapa Aldiana merasa malu untuk menyebutkannya. Apakah Tirta akan memahami jika hobinya itu hanya bermain game dan membaca webcomic? Tapi ya sudahlah, gadis itu akan tetap menjawab pertanyaan Tirta itu dengan mantap dan tidak berharap seperti apa reaksi seniornya itu padanya.

“Hobi saya itu bermain game sama baca webcomic saja, kak.”

Tidak ada reaksi dari Tirta ketika jawaban itu telah dilontarkan. Meski tidak berharap, namun Aldiana heran mengapa Tirta terdiam. Beberapa menit berlalu, akhirnya Tirta mulai bereaksi.

“Oh, suka baca webcomic yang mana?”

Aldiana cukup terkesan dengan reaksi seniornya itu. Berarti Tirta mengetahui soal webcomic? Sesuatu hal yang sangat langka! Merasa dirinya aman dari reaksi negatif, akhirnya Aldiana kembali menjawab. 

“Biasanya sih genre romance, kak--”

“Pasaran banget ya?”

“I-iya…, begitulah.” gumam Aldiana yang tampak kikuk setelah mendengar pernyataan mendadak dari Tirta. "Tapi saya ada baca webcomic berjudul lain kok."

"Apa itu?" 

"Judulnya Accidental Mission, kak. Buatan Fitraharizka." 

Tirta melirik ke arah Aldiana melalui kaca spion dalam. Dia pun menanggapi dengan nada datar. "Oh, gimana dengan komik itu?" 

Aldiana memutar matanya ke atas seraya mengingat beberapa adegan yang ada di dalam komik itu. "Uh, komiknya keren. Padahal biasanya saya nggak terlalu suka komik genre action, tapi untuk Accidental Mission ini berbeda."

"Ho iya? Berarti itu cukup bagus ya untukmu." 

Aldiana mengangguk pelan. Sebenarnya gadis itu merasa heran kenapa Tirta bertanya soal webcomic, namun bisa saja dia bertanya begitu agar suasana tidak sepi. Sesaat kemudian, mobil itu telah mendekati minimarket yang menjadi tujuan Aldiana dan Tirta memarkirkan mobilnya di pinggir jalan dengan perlahan.

“Nah, sudah sampai.” ujar Tirta singkat. Menyadari dirinya sudah sampai di tujuan, Aldiana langsung menundukkan kepala sambil mengucapkan terima kasih pada Tirta lalu keluar dari mobil. Begitu mobil itu berlalu, Aldiana berjalan masuk ke dalam minimarket, mengambil keranjang belanja dan mulai menyusuri tiap rak disana. 

“Hm, aku mau beli apa ya…, keknya stok mie instanku abis deh.” gumam Aldiana sembari bermonolog. Dia pun berjalan menuju rak mie instan dan mencari merek kesukaannya. Ketika Aldiana melihat merek kesukaannya disana, tangannya langsung meraih bungkusan itu namun tangan seseorang ikut meraih bungkus mie yang sama sehingga kedua tangan itu saling bersentuhan. Spontan Aldiana menoleh ke pemilik tangan itu dan terperangah, ternyata pemilik tangan itu adalah seorang pemuda berambut hitam, wajah seperti artis Jepang, dan tubuhnya lebih tinggi darinya. Karena gugup, Aldiana menarik tangannya sendiri hingga bungkus mie itu terjatuh dari raknya. 

“Ah, ma-maaf!” seru Aldiana dengan nada bergetar. Pemuda itu langsung berlutut mengambil mie instan yang terjatuh lalu menaruhnya di rak. Dia pun melirik ke Aldiana sambil tersenyum kecil.

“Santai aja, mbak.” ujarnya dengan nada yang bersahabat. “ Mbak mau ngambil mie yang ini? Biar kubantu.”

“O-oh, ng, gak usah! Sa-saya bisa ambil sendiri--” jawab Aldiana dengan suara gagap. Dengan cepat, Aldiana mengambil beberapa bungkus mie di rak tadi dan langsung menundukkan kepala sebagai gestur permintaan maafnya pada pemuda itu. Setelah itu, Aldiana langsung berpindah ke rak lain untuk mencari barang yang diperlukan olehnya dan begitu semuanya telah didapatkan, gadis itu langsung berjalan ke kasir dan membayar belanjaannya. 

“Totalnya 40.000 rupiah, teh.” ujar petugas kasir itu sambil memasukkan barang belanjaan milik Aldiana. Saat gadis itu mengintip isi dompetnya, ekspresinya langsung tertekuk. Ternyata uang miliknya hanya tersisa 30 ribu rupiah di dompetnya. Dia pun langsung berbisik ke petugas kasirnya agar orang di belakangnya tidak mendengar.

“Ada ATM di dekat sini?”

“Oh, ada. Tapi di luar. Pas deket sama parkiran, teh.” jawab petugas kasir mantap. 

“Kalo gitu, aku mau kesana dulu. Aku ni--”

“Kang, belanjaan saya digabung saja sama mbak ini.”

Aldiana menoleh ke sumber suara. Lagi-lagi dirinya harus bertemu dengan seseorang di rak mie instan tadi! Rasa malunya kini semakin bertumpuk -- sudah saling memegang tangan secara tidak sengaja di rak mie instan, sekarang dia akan membayar dua belanjaan. 

Beruntung sih dibayarin sama pemuda tampan, tapi tetap saja memalukan. Eh tunggu, bagaimana dia bisa tau kalo Aldiana sedang kekurangan uang?

“Harganya 80.000 rupiah, kang.” ujar petugas kasir sambil menyodorkan dua tas plastik pada pemuda itu. Begitu pemuda itu selesai membayar, dia langsung mengambil dua tas itu dan memberikan satu tasnya pada Aldiana.

“Ini belanjaannya, mbak.” ujarnya pada Aldiana sambil mengambil ponsel di saku celananya. Gadis itu memasang senyum malu pada pemuda itu sambil mengambil tasnya.
“Terima kasih…, ng, saya ke ATM dulu ya. Mau bayar yang--”

“-- Maaf mbak, aku duluan ya! Ada urusan dulu!” potong pemuda itu dengan ekspresi panik. Dia pun berlari ke arah mobil berjenis hatchback berwarna biru donker dan langsung menyalakan mesin mobil itu. Aldiana hanya terpaku disana dengan berbagai macam pertanyaan di kepalanya. Ada apa ini? Bayarannya gimana?, pikir Aldiana saat itu. Namun beberapa menit kemudian, Aldiana menyadari sesuatu.

“Sebentar, kok wajahnya agak familiar ya?” gumam Aldiana mendadak. Dia pun kembali memikirkan pemuda yang berhasil membantunya di minimarket tadi sekaligus mengingat wajahnya. Sesaat, ekspresi Aldiana berubah menjadi ekspresi terkejut seakan-akan baru saja mengingat sesuatu yang penting.

“Jangan-jangan dia itu -- !!”

~000~ 


Chapter 2 - end -

Posting Komentar

0 Komentar