10 years' challenge's thought: ketika skill gak diimbangi sama mindset

source: @thebasecamp10


Aku mulai ngegambar itu pas kelas 6 SD setelah punya komik Captain Tsubasa Road to 2002 Volume 2 dan terpukau sama gambar cover game Captain Tsubasa J: Get in The Tomorrow. Awalnya sih cuman main jiplak di atas kertas aja, bandel banget dan iseng pokoknya. Tapi siapa sangka, kebiasaan iseng berlandaskan atas dasar kepo itu malah jadi kebiasaan tetap sampe umur sekarang. Kalo kuitung secara kasarnya sih, aku udah ngegambar selama 15 tahun! Wow!

Kebetulan ada art challenge bernama 10 years' challenge yang berarti kamu harus menggambar ulang (redraw) gambar yang pernah dibuat pada waktu 10 tahun yang lalu. Tantangan ini bikin perasaan campur aduk banget, asli. Alasannya macem-macem sih, dimulai dari alasan nostalgia sampe akhirnya malu gila-gilaan karena karyanya dulu udah cupu banget. Nah, makanya aku nyari artwork-artwork buatanku pas 10 tahun yang lalu buat ngejalanin tantangan ini. Agak susah sebenernya, mengingat file yang kupunya udah pada ilang akibat rusak tapi bersyukur karena akun deviantart masa SMA-ku masih menyimpan kenangan itu semua. Pada akhirnya, aku memilih gambar ini. 

Ryuzaki as Fortune Lady Fiery (2010)


Kenapa gambar yang ini? Padahal masih ada gambar-gambar lain?

Bisa dibilang, gambar yang satu ini ada kenangan yang lain daripada yang lain. Gambar ini merupakan gambar pertama yang dibuat dengan pen tablet saat itu -- sebelumnya aku hanya mengandalkan touchpad laptop untuk pewarnaan. Selain itu, gambar ini yang paling kufavoritkan dikarenakan proses di dalamnya. Coba deh lihat shading di kain bawahnya, rasanya bangga banget dulu bisa nge-shading kain dengan teknik begitu. Lima hari yang sangat worth it buat bikin gambar yang bikin aku bangga di masanya.

Kalo gitu, ayo kita bandingkan dengan masa sekarang....

Ryuzaki as Fortune Lady Fiery (2020)

Pas tahun 2010, estimasi lamanya ngegambar secara digital tuh maksimal seminggu. Berarti sih rata-ratanya sekitar 5 hari deh, itupun dikerjakannya selama fullday alias seharian. Sementara di tahun sekarang, ya tergantung situasi. Pernah kok aku ngegambar fullcolor jadinya sehari, bahkan pernah sampe berbulan-bulan nungguin wangsit. Gambar ini masuk ke kategori kedua karena berbagai macam alasan -- walaupun alasan yang paling keliatan itu ya magernya. 

Dari tools yang kupake, sudah pasti ada perbedaan signifikan. Tahun 2010, aku menggunakan software Paint Tool SAI, software gegambaran idola sejuta umat karena kesimpelannya dan pen tablet Wacom Bamboo Pen. Itu udah termasuk sebuah kemewahan lho dimana pas jaman kek gitu, belum familiar sama yang namanya pen tablet -- kebanyakan ngegambar tuh pake mouse gitu. Gilak, kurang kaya apa aku pas masa itu. Sementara di tahun sekarang, aku ngegambar ini di Samsung Galaxy Tab keluaran tahun 2016, dimana masih memiliki S-Pen bawaan di dalamnya dan menggunakan aplikasi Ibispaint X. Yah, ini sebuah aplikasi yang mirip-mirip CSP deh gitu -- ditambah lagi bisa disimpan di Clip Studio Cloud -- jadinya aku suka pake.

Dari segi gestur dan anatomi, syukurlah ada perkembangan walaupun ada kenyataan pahit kalo semakin kesini, aku makin nggak jago bikin karakter cewek! Yesh, di tahun 2010, aku sangat suka menggambar karakter cewek meskipun nggak 'heboh' dengan helaian rambutnya yang kemana-mana, payudara yang ukurannya bisa jadi pusat perhatian, pahanya yang menggoda, atau beberapa area tubuh lain yang diekspos buat jadi sex appeal si karakter. Karena basis awal gambarku dari komik Captain Tsubasa yang karakter ceweknya adalah tipe gadis-gadis sopan dan ideal (wajar sih ya, wong komik tahun 80-an), maka gaya gambarku untuk karakter cewek ya sesimpel itu juga. Tapi setelah masuk fandom Yugioh, akhirnya aku memberanikan diri buat bikin karakter cewek dengan menonjolkan beberapa area yang dianggap 'cantik', contohnya payudara. Eheheheheheh....

Tapi di tahun 2020, aku mengakui kalo aku gak jago ngegambar cewek. Aku sering mengevaluasi sketsaku dan suka heran kenapa gambar ceweknya terkesan maskulin padahal baru wajahnya saja. Apa kabar dengan bodinya? Yah, bodinya sering terlihat 'kekar' untuk ukuran cewek. Makanya ketika aku ngegambar digital, perlu waktu lebih lama untuk ngedit sketsanya biar bodi ceweknya sesuai dengan bodi pada umumnya. Sebaliknya, aku malah gape bikin karakter cowok! Mau bikin cowok dengan absnya yang menggoda? Mau bikin cowok tampan? Gaskeun! Palingan yang belum bisa cuman ngegambar cowok binaraga sama pria paruh baya aja. Jomplang banget ya perkembangannya wkwkwkwk.

Overall? Secara skill sih syukurlah ada perkembangan signifikan. Meski ada perubahan kebiasaan, tapi nggak bikin kualitas gambarnya turun, malahan naik. Nggak disangka kan kalo udah 10 tahun menjalani hobi seperti ini?

Namun sayangnya, skill yang berkembang ini nggak diimbangi sama kematangan mindset dari aku sendiri. Kok gitu ya? Kujabarin aja ya, di tahun 2010, aku ngegambar itu nggak berekspektasi macam-macam. Gambarku mau di-fav -- likes ala situs deviantart -- atau nggak sih silakan aja, justru aku malah suka kalo gambarku dikomen. Yah terserah sih komennya apa, yang penting aku bisa saling balas sampe elek. Apalagi pas jaman aku di CR, malah lebih banyak komennya daripada fav-nya! Wakakakak, tapi nggak kepikiran fav waktu itu. Sungguh santai sekali hidupku waktu itu.

Tapi semakin kesini, aku malah makin 'terpuruk'. Minimnya komentar-komentar di post yang dimuat membuat perhatianku tertuju pada satu hal yaitu likes. Dari situ aku menyadari, betapa kacaunya sistem likes di sebuah media sosial karena mengacu pada algoritma feed-nya dan juga para netizen yang sangat mendewakan likes ini. Akibatnya, gambar yang dibuat dengan niat malah kalah tenar sama gambar yang (mohon maaf) kualitasnya jauh di bawahnya. Gimana aku tuh nggak stres sama hal itu! Mungkin ada sekitar 3 atau 4 tahun, aku mengeluh hal yang sama. Bahkan tadi pun masih sempat nge-rant alias curhat berkedok ngomel-ngomel gaje di akun IG khusus WIP sekaligus ngeluarin unek-unek, @tbscmp10_ perihal sesuatu yang sering kubahas. Apalagi kalo bukan likes, pengakuan di medsos, dan ucapan motivasi yang ternyata malah jadi toxic postivity. Dipikir cuman aku doang yang gitu, ternyata ini udah jadi rahasia umum.

Aku sering banget mampir ke akun lama dan ngeliatin seluruh gambar disana. Sering banget terlontar kata "keknya lebih bagus gambarku yang dulu daripada sekarang." seperti itu. Ungkapan yang miris sebenernya, tapi setelah dipikir-pikir, gambarku dulu lebih bagus karena perasaan bahagia dan senang itu tertuang di gambar itu sementara kalo di gambar yang sekarang tuh lebih ke urusan 'yang penting bagus dan bikin orang lain suka'. Iya, lebih mikirin orang lain dulu daripada diri sendiri. Akibatnya, aku jadi sering kena artblock dan juga burnout karena terlalu berharap. Hweeeeee.....




Di akun IG-ku yang ini, aku luapin segala macam unek-unek di post yang ini. Nadanya bener-bener negatif banget -- ngebuktiin kalo aku sering banget dikecewakan. Belum lagi rasa iri dan inferior terhadap teman seperjuangan di masa lalu yang ternyata udah terlalu jauh untuk digapai. Ada yang udah bisa jualan merch buatannya sendiri, udah jadi author official di platform tertentu, atau malah sekadar femes doang di akunnya dia. Aku gimana? Aku sendiri buat dapetin 30 followers aja butuh waktu sampe setahun, sementara yang lain bisa lebih dari itu. Yep, dari tahun lalu sampe sekarang, followers-ku nggak pernah beranjak dari angka 300 di instagram. Tetap aja disitu. Malahan sering berkurang karena ternyata akun yang ngefollow itu fake. Aaaaaaah, aku tau gambarku nggak sebagus yang lain, tapi kalo follow unfollow sama akun bohongan? Hadeu parah nian!

Yah, 10 tahun yang berat bagiku. Kenangan yang indah tapi juga ngeselin juga karena mindsetnya makin bobrok. Harapannya cuman satu sih, hobi ini masih bisa jalan bahkan kalo perlu bisa menghasilkan uang juga. Meskipun aku sudah bekerja sebagai PNS, tapi setidaknya aku perlu side-job yang menghasilkan uang juga walaupun hasilnya cuman cukup buat beli kuota internet. Yang paling utama, mindset-ku harus dibenahi lagi biar gak stres lagi. Hobi kalo udah bikin stres mah bukan hobi lagi namanya. 

Posting Komentar

0 Komentar