Chapter 10 (section 2)

 



"Drive-thru aja yah…" 


"Terserah bapak aja."


Surya menyetir mobilnya hingga masuk ke parkiran mekdi dan berputar hingga sampai ke area pesan-antar. Kali ini, yang menjadi teman perjalanannya adalah Aldiana dikarenakan gadis inilah yang disuruh Bu Eneng untuk menemaninya. Mendengar jawaban Aldiana barusan, Surya menggaruk tengkuknya sedikit.


"Kalo berdua gini, panggil aja 'abang' atau apalah. Pusing juga dipanggil bapak-bapak terus." gumam Surya protes. Aldiana hanya memiringkan kepalanya sebagai respon.


"Gak mau dikira udah tua?" tanya Aldiana singkat yang dibalas dengan wajah bete lurah muda itu. Suasana cukup sepi hingga sampai ke jendela dimana transaksi pesan-antar itu berlangsung.


“Selamat siang, mau pesan apa pak?” tanya pramusaji dengan ramah. Surya memiringkan kepala sebelum akhirnya menoleh pada Aldiana di sampingnya.


“Ehm, pesan paket nasi ayam buat sepuluh orang!” kata Aldiana dengan lantang. Pramusaji itu langsung menekan tombol di layar komputernya dan mengetik jumlah pesanannya. 

“Ada lagi?”


“Itu sudah sama minumnya kan?” tanya Surya.


“Ya, pak. Sudah sama minumnya, es teh. Apa mau diganti sama soft drink?”


“Nggak usah. Kek gitu aja, teh.” 


Pramusaji itu mengangguk dan mulai mengulang pesanan itu untuk memastikan. Begitu Surya dan Aldiana mengangguk, pramusaji itu berjalan ke arah rekannya dan menyebutkan pesanan barusan. Selagi menunggu, mereka berdua hanya terdiam dan sesekali melihat sekeliling. 


“Aldi, aku boleh tanya sesuatu yang pribadi?” tanya Surya memecah kesunyian di antara mereka.


“Hm, yang kayak gimana dulu, bang?” balas Aldiana dengan nada waspada.


“Seperti sudah punya pacar apa belum?”


Aldiana menggeleng cepat begitu pertanyaan itu dilontarkan. Merasa tidak percaya, Surya langsung melipat tangannya di dada dan menatapnya lama. “Serius?”


“Iya, bang. Dulu pernah pacaran sih pas kuliah, tapi putus. Hmmm biasa lah, kelakuan cowok yang masih penasaran kesana kemari…” jawab Aldiana dengan nada santai. “Mungkin kalo dihitung sekarang, udah dua tahun nggak ada pacaran lagi.”


“Ooooh, baguslah. Kamu masih harus berkarir dulu, jangan langsung menikah. Itu pendapatku pribadi sih…” 


“Kalo bang Surya gimana?”


Ekspresi Surya menegang saat ditanya begitu. Sesaat kemudian, ekspresinya menjadi sendu. “Abang belum nikah.”


“Eh? Ehm, fokus karir yah?”


“Hmmm yaaaah, bisa dibilang begitu. Hahahahah…” jawab Surya lagi dengan kekehan pelan--lebih mirip seperti tawa yang dipaksakan. Aldiana merasakan ada suatu rahasia dari jawaban itu, namun gadis itu urung untuk menanyakannya. 


“Kalo laki-laki enak ya keknya, bang. Meski umur sudah mau kepala tiga, tapi mereka seperti tidak diharuskan untuk menikah. Sementara kalo perempuan, umur mau kepala tiga malah sudah dianggap perawan tua.” curhat Aldiana spontan. Surya pun mendengarkan celotehan Aldiana dan mengangguk pelan.


“Hmm, jadi gak enak ya dengerin kata orang? Biarlah, mereka nggak tau apa yang sudah dijalani oleh diri sendiri. Jika memang lebih nyaman dan bahagia sendiri, ya kenapa tidak? Menikah itu tidak hanya sekadar ingin punya keturunan atau menuruti kata orangtua yang pengen punya cucu.” balas Surya panjang lebar. Aldiana pun menatap seniornya dengan takjub. 


“Hebaaaat, abang kok bisa paham kek gitu?”


“Tau lah! Tuh seklurmu…” kata Surya dengan cuek. “Kalo kami nongkrong berdua, bahasannya isi rumahnya dia aja. Anaknya begini, anaknya begitu, istrinya pengen ini, pengen itu, sementara dia punya dunianya sendiri. Dari situ aku berpikir, jika menikah itu tanggungjawabnya besar. Bisa punya waktu untuk diri sendiri aja sudah luar biasa sekali. 


Aldiana mengangguk pelan sebagai respon. Dia pun kembali bertanya, "tapi abang tetap ingin punya pasangan kan?" 


Surya terdiam seribu bahasa. Tatapannya menerawang ke depan cukup lama seakan tengah mencari jawaban yang tepat. Tak lama kemudian, dia pun menghela napas panjang. 


"Pastinya, tapi aku tidak tahu apakah momen itu ada atau tidak." jawab Surya dengan nada yang cukup berat. Aldiana hampir saja memanggil Surya lagi sebelum akhirnya kasir itu membawakan pesanan mereka.


“Pesanan paket nasi ayam 10 paket!”


“O-oh!” Surya mulai gelagapan dan segera mengambil uangnya. Setelah dibayar, mereka pun bergegas menuju kantor dengan cepat.


~000~



to be continued

Posting Komentar

0 Komentar