Aldiana duduk di sebuah kursi kosong yang berada di pojok kiri ruangan staf. Kursi dan meja itu benar-benar bersih, tidak ada satupun berkas yang tercecer di atas meja. Gadis itu berpikir, apakah itu adalah kursi dan meja baru? Atau justru sebaliknya? Aldiana tiba-tiba teringat dengan cerita horor mengenai kursi dan meja yang kosong di suatu tempat dan mulai agak curiga.
“Kang Moty, sebelumnya disini ada yang nempatin nggak?” tanya Aldiana pada Timothy yang tengah merapikan buku register. Yang ditanya hanya menoleh sejenak trus kembali sibuk dengan pekerjaannya.
“Meja yang itu? Setau aku mah nggak ada, teh.” jawabnya singkat. Gadis itu menarik napas lega. Oke, berarti nggak ada hal horor disini, pikir gadis itu sambil tersipu malu.
Jam sudah menunjuk ke angka sepuluh. Sejak apel pagi dan pertemuan tadi, belum ada satupun kegiatan pelayanan berjalan. Aldiana tampak clueless karena biasanya dia selalu sibuk dengan banyak kerjaan seperti membuat surat naskah dinas, menghadiri rapat, bahkan sampai dinas keluar kota sehingga tidak ada satu menit pun dia menganggur. Kini dia duduk tanpa mengerjakan apapun dan mulai membuatnya bosan.
“A, aku ngikut ke meja pelayanan deh ya. Aku belum tau surat-surat apa aja yang dibikin disini.” kata Aldiana sambil berjalan ke meja pelayanan. Timothy hanya mengangguk pelan dan tersenyum.
“Boleh, teh. Asik nih aku jadi ada temannya, heheheh.” balas Timothy dengan kekehan pelan.
Gadis itu duduk di meja pelayanan dan mengecek file yang berisi format-format surat pengantar di dalam komputer itu. Semuanya sudah tersusun rapi dan hanya tinggal mengeditnya sedikit jika ada warga yang membutuhkan surat pengantar itu. Di saat Aldiana tengah fokus membaca format surat itu, seorang bapak datang ke ruangan sambil membawa beberapa berkas.
"Assalamualaikum! Punten, pak. Hoyong ngadamel KK anyar…."(*1) kata bapak itu dengan berbahasa Sunda. Aldiana dan Timothy saling berpandangan seakan-akan ada sesuatu yang membingungkan. Tak lama, gadis itu kembali menatap bapaknya itu.
"Oh, muhun, pak! Diantosan heula."(*2) balas Aldiana singkat. "Persyaratanna aya?"
Bapak itu mulai menjelaskan sambil memberikan beberapa fotokopi berkas seperti surat keterangan pindah dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, surat nikah, KTP, dan KK lama. Ternyata bapak itu adalah warga baru dari kabupaten lain sehingga dia membutuhkan KK baru. Setelah mendengar permintaan bapak itu, Aldiana mulai mendekati Timothy.
"Kita bikin surat pengantarnya di komputer kah?" tanya Aldiana. Timothy hanya merespon dengan senyum kecil.
"Nggak, teh. Ada formulirnya. Sini deh aku yang tulisin."
Aldiana terdiam malu saat mendengar jawaban Timothy. Dia pun melihat Timothy yang berjalan ke arah lemari dan mengambil dua lembar formulir dari dalam lemari. Satu formulir sebesar kertas A3. Sesaat dia duduk dan mulai menulis nama-nama yang ada di berkas itu di formulir dengan cekatan.
"Banyak ya…" gumam Aldiana spontan saat memperhatikan Timothy menulis disana. Tak lama, Timothy memberikan formulir itu kepada bapak itu.
"Minta tanda tangan ke RT/RW dulu ya, pak. Baru kesini lagi." ujar Timothy ramah. Bapak itu hanya mengangguk pelan dan kembali bertanya.
"Engkin kadieu deui? Kudu mawa persyaratan nu anyar atawa kumaha?"(*3) tanya bapak itu. Timothy menatap ke arah Aldiana dengan tatapan memelas. Aldiana baru menyadari arti pandangan itu, dia meminta tolong padanya! Akhirnya Aldiana menatap bapak itu sembari menggelengkan kepala.
"Muhun. Persyaratanna mah nu ieu. Engkin formulir ieu di tawiskeun ku pak seklur atanapi pak lurah."(*4) ujar Aldiana pelan-pelan. Bapak itu mengangguk cepat dan mengucapkan terima kasih pada mereka. Sesaat bapak itu berjalan keluar kantor, Tirta baru saja keluar dari ruangannya dan berjalan ke arah meja pelayanan.
"Ada warga kesini?" tanya Tirta singkat dan dibalas dengan anggukan pelan dari Aldiana.
"Oh, kalo mereka mau minta surat pengantar apapun dari sini, pastikan mereka bawa surat pengantar dari RT/RW ya." kata Tirta lagi. "Orang yang tadi bawa surat pengantar?"
"Belum, pak. Tapi nanti dia minta tandatangan RT/RW buat formulir KK-nya." jawab Timothy. "Oh iya, bahasa sundanya teh Aldi bagus, pak! Lancar banget tadi ngomong sama bapak tadi!"
Aldiana menatap ke arah Timothy saat dia membicarakan hal itu dan mulai tersenyum malu-malu. Tirta hanya mengangguk pelan dan melemparkan pandangannya ke arah gadis itu.
"Beneran?" tanyanya memastikan.
"Yah, mayan pak. Tapi kalo bahasa halus sih gak bisa." jawab Aldiana jujur. Tirta hanya mengangguk pelan sembari tersenyum.
"Baguslah. Soalnya Moty gak bisa bahasa sunda walaupun sudah bekerja disini cukup lama." kata Tirta yang melemparkan pandangan ke arah Timothy. "Kalian bisa saling mengarahkan kalo gitu ya."
Senyuman malu-malu muncul di bibir Aldiana. Ini adalah pujian pertama yang didapat dari pimpinannya itu, walaupun pujiannya tidak terkait dengan pekerjaan. Tapi biarlah, setidaknya ada satu poin positif yang akan menjadi pertimbangan gadis itu selama disini.
~000~
To be continued
Ket:
- Assalamualaikum! Permisi, pak! Mau buat KK baru…
- Oh iya pak! Ditunggu sebentar ya. Persyaratannya ada?
- Nanti kesini lagi? Harus bawa persyaratan yang baru atau gimana?
- Iya. Persyaratannya yang ini aja. Nanti formulir ini ditandatangani sama pak seklur atau pak lurah.
0 Komentar