Chapter 3 (section 4)



Tirta keluar dari ruangannya dan duduk bersandar di sofa dengan santainya ketika ruang pelayanan tengah sepi. Sesekali dia merenggangkan badannya dan melihat Aldiana dan Timothy yang tampak lesu di balik meja pelayanan. Tirta penasaran, apa yang terjadi dengan mereka berdua?


“Kalian kok lesu?” tanya Tirta singkat. Yang ditanya menanggapi dengan berbagai macam versi -- yang satu menggelengkan kepala, yang satunya menjawab dengan nada merajuk. 


“Biasa, pak. Pak Surya abis ngasih ceramah pagi. Baru ketemu hari ini udah diceramahin, pak. Coba kalo dikasih uang, pasti mau deh...” ujar Timothy merajuk dan dihadiahi sebuah sikutan dari Aldiana. 


“Ouch! Ampun, teh!” jerit Timothy semakin merajuk. 


“Oh.” Tirta hanya merespon singkat sambil menegakkan posisi duduknya dan menatap kedua stafnya itu cukup lama. “Kalian tau kesalahan kalian apa?”


“Soal pengetikan suratnya, pak. Kek gini…” 


Aldiana memberikan dua draft surat yang berisi penuh dengan coretan itu pada Tirta. Begitu dibaca, Tirta hanya mengangguk sebentar lalu menaruhnya kembali di atas meja pelayanan. “Yah, sebenarnya kalian nggak perlu sampai semurung ini hanya karena kesalahan kecil, kan?”


“Ya enggak sih, pak. Tapi...” Aldiana mengurungkan niat untuk melanjutkan perkataannya. Rasanya tidak etis jika dia membocorkan tindakan Surya tadi, begitu pikirnya. Apalagi sekarang sedang bersama Timothy, semakin canggung rasanya. 


“Tapi apanya?” tanya Tirta singkat.


“Ng, yah…, gimana ya bilangnya. Pokoknya tu--”


“--dia ngatain tadi, pak. Seperti biasa.” celetuk Timothy spontan. Aldiana memandang Timothy dengan tatapan heran. Berani sekali dia, gumam Aldiana dalam hati. Sesaat gadis itu menoleh ke arah Tirta dan semakin heran karena Tirta mengangguk seakan-akan menyetujui perkataan Timothy barusan.


Jadi, tindakan lurah barusan sudah menjadi rahasia umum?, pikir Aldiana lagi. Benar-benar ajaib.


“Teh, kenapa kok diem aja?” tanya Timothy dan membuat Aldiana tersadar dari lamunannya. Gadis itu hanya menggeleng pelan sembari tersenyum malu. 


“Gak apa-apa. Cuman yah, aku kaget aja kalo kang Moty sama pak seklur setuju soal tindakannya pak lurah.” kata Aldiana. Mendengar hal itu, Tirta membenarkan posisi kacamatanya dan melirik ke arah Aldiana dengan tatapan tajam khasnya. 


“Dia memang begitu.” ucap Tirta singkat. 


Mata gadis itu membesar saat mendengar jawaban singkat itu. Dia pun memandang ke arah Timothy dan pemuda itu merespon dengan anggukan pelan. Padahal gadis itu baru saja berhadapan dengan Surya sebagai sesama pegawai hari ini, namun dia sudah mendapatkan dua kenyataan sekaligus dari lurahnya itu. Di saat mereka sedang mengobrol, Surya muncul mendadak di ruang pelayanan dan melirik ke seluruh ruangan. 


“Oh iya, ada pak Eep gak?” tanya Surya pada Tirta. Pemuda berkacamata itu menunjuk ke arah langit-langit ruangan.


“Di ruang Puskessos.” jawab Tirta singkat. Setelah mendapatkan jawaban itu, Surya langsung meninggalkan ruang pelayanan dan membuat tiga orang itu -- Timothy, Aldiana, dan Tirta -- memandanginya hingga sosok itu menghilang di balik pintu.


“Yah, begitulah lurahmu, dek. Tapi tenang saja, dia tidak seburuk yang kamu pikirkan.” ujar Tirta pada Aldiana dengan nada datar dan membuat gadis itu memasang ekspresi bingung.


~000~ 


Chapter 3 - the end -

Posting Komentar

0 Komentar