Chapter 4 (section 2)


Suasana kantor sedikit sunyi karena sedikit warga yang datang untuk meminta pelayanan administrasi pada hari ini. Suasana yang sangat lumrah bagi sebuah kantor kelurahan sehingga para pegawai dapat mengerjakan tugas lain ataupun bersantai sejenak. Di saat itu, Aldiana dan Timothy masih sibuk berkutat dengan rekap data kependudukan dan menghitungnya dengan teliti. Sudah hampir tiga jam dan tentu saja membuat gadis itu merasa lelah pikiran. Akhirnya gadis itu meletakkan pensilnya dan mengistirahatkan kepalanya di atas meja.

“Aku ngantuk--” gumam Aldiana spontan.

“Oh, bisa dilanjut nanti.” kata Pakkei sambil menandai halaman bukunya dengan selotip. Saat mereka rehat sejenak, seorang pria masuk ke ruangan staf sambil membawa secarik kertas. 

Punten…” 

Suara yang cukup berat itu cukup mengejutkan seisi ruangan dan langsung menoleh ke sumber suara. Pria itu berpakaian kasual, namun ekspresi wajahnya cukup sangar dan berambut cepak seperti John Cena. Aldiana terdiam, bahkan di kepalanya sudah terngiang theme song pegulat terkenal itu saat melihatnya.

“Ya, pak? Ada yang bisa dibantu?” tanya Aldiana pada pria itu seraya memecah kesunyian singkat itu. 

“Jadi begini, bu. Kan KK saya hilang, saya mau buat ulang gitu.” ujar pria itu sambil memberikan secarik kertas yang ternyata adalah fotokopi Kartu Keluarga miliknya. Aldiana membaca fotokopi itu sekilas dan menatap pria itu cukup lama.

“Maaf pak, bapak bawa persyaratannya?”

“Persyaratannya apa aja?”

“Bapak harus membawa surat pengantar dari RT/RW, lalu surat kehilangan dari kepolisian, sama fotokopi KK ini aja.” jawab Aldiana singkat sembari memasang senyum. Yang diberi senyum hanya terdiam dan menatap gadis itu dengan tajam.

“Memangnya ada peraturannya?”

Aldiana melongo. Dia heran mengapa pria itu menanyakan hal seperti itu mendadak, belum lagi gadis itu belum tahu apa peraturan yang dimaksud oleh pria itu. Gadis itu hanya terdiam sebagai respon. 

“Perda-nya ada gitu, bu?” ulangnya lagi. Aldiana mulai jiper dan dilema, kini dia harus menjawab bagaimana pada pria itu. Meskipun bingung, gadis itu tetap buka suara.

“Ah, anu. Ada kok peraturan daerahnya, pak--”

“Nomor berapa?”

Mampus, pekik Aldiana dalam hati. Kenapa nanya yang itu juga, wooooy!

Keringat dingin mulai muncul dan sempat bergumam pelan walau suaranya kecil dan sedikit mencicit. Seandainya ada malaikat penyelamat yang akan membantunya, maka--

“Peraturan Walikota Nomor 12 Tahun 2013, pak.” 

Pria itu terkejut dan menoleh ke arah suara, begitu juga Aldiana. Di belakang pria itu, Surya berdiri sambil memasukkan satu tangannya ke saku celana. Ekspresinya datar, namun tatapannya tajam ke arah pria itu. Sesaat pria itu mundur selangkah dan merasa terintimidasi.

“Maksud bapak?” tanya pria itu memastikan. 

“Iya, Peraturan Walikota Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jenis, Persyaratan, dan Bentuk atau Format Surat Keterangan pada Kelurahan di Lingkungan Kota Sukabumi. Dalam lampirannya, tertulis bahwa surat pengantar RT/RW menjadi salah satu persyaratan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan administrasi di kelurahan.” 

Setelah berbicara panjang lebar, Surya menunjuk ke arah triplek besar yang tertempel di dekat mading kelurahan dan bertuliskan tentang seluruh persyaratan yang dibutuhkan dan format surat keterangan yang dibuat di kelurahan. Pria itu memperhatikan triplek itu dan mengangguk pelan setelah membacanya. 

“Ooooooh, oke kalo begitu. Saya akan ke kantor polisi dulu buat ngurus surat kehilangannya. Kantornya tutup sampe jam berapa ya?”

“Pa-palingan sore sih, pak.” balas Aldiana sedikit gugup.

“Ya sudah kalo gitu, saya mau ngurus dulu.” ujar pria itu sembari berjalan keluar dari kantor dan meninggalkan Aldiana dan Surya disana. Aldiana hanya menghela napas panjang, di satu sisi dia sangat bersyukur sudah ditolong oleh Surya, namun di sisi lain dia merasa malu karena tidak tahu apa-apa. 

“Terima kasih, pak.” gumam Aldiana pelan. Surya menoleh ke arah Aldiana dan menatap gadis itu tajam. 

“Ya. Lain kali, kamu pelajari dulu beberapa peraturan terkait kelurahan. Untung saja aku datang, gimana kalo nggak, dek?”

Aldiana hanya terdiam dan mundur selangkah. Untuk pertama kalinya, Aldiana mendengar panggilan ‘dek’ dari lurahnya itu, hanya saja dengan nada bicara yang dalam. Bahkan ekspresinya cukup suram dan membuat Aldiana jiper. Keheningan menyelimuti mereka berdua, sampai akhirnya Surya kembali angkat bicara. 

“Jangan buat aku malu, dek.” ujar Surya sambil berjalan ke ruangannya, meninggalkan gadis itu yang tengah terdiam kaku disana.

~000~


to be continued


Posting Komentar

0 Komentar