Sebuah curcolan #dirumahaja

Yoooo, gimana kabarnya? Meskipun beberapa hari ini kita diharuskan tetap diam di rumah alias social distancing akibat pandemi virus COVID-19, kita tetap semangat menjalani hari-hari bersama keluarga. Kalopun mau keluar rumah, palingan kalo ada hal-hal mendesak saja seperti membeli kebutuhan sehari-hari.

Tapi yah, tidak dipungkiri kalo ada banyak kerugian yang kita alami selama social distancing ini. Aku sendiri merasa kalo keadaan ini tuh bener-bener menguji kesabaran dan keimanan juga lho. Kita realistis aja deh, siapa sih yang gak bosen di rumah aja tanpa bisa kemana-mana? Bahkan untuk para kaum rebahan kek aku pun tetap butuh hiburan di luar juga.

Biasanya sih, aku suka keliling kota dengan motorku atau mampir di minimarket maupun kafe hanya sekadar nongkrong sendirian di jam-jam istirahat. Kalo nggak, aku pergi ke rumahku yang satunya lagi untuk bersantai sendiri. Tapi dikarenakan harus diam di rumah, aku gak bisa melakukan itu. Kalo dari kantor, ya kudu pulang ke rumah. Sampe rumah pun, sepatu, barang-barang yang kubawa dan motorku harus disemprot desinfektan. Bajuku langsung masuk ke mesin cuci dan setelah itu langsung cuci tangan pake sabun. Belum lagi tekanan mental akibat parno dengan wabah ini mengingat profesiku nggak bisa memakai sistem work from home. Ada rasa parno dan juga keki pas lihat teman sekantor sama warga tuh nggak ngikutin himbauan pemerintah seperti menjaga jarak minimal satu meter, cuci tangan dulu sebelum pelayanan, tidak memakai masker meski batuk pilek, dan yang paling ngeselin tuh tetap ngadain kegiatan keramaian -- biasanya sih yang berkaitan dengan keagamaan. Alasannya sih enteng banget, "ah, masih sehat gini." atau "takut mah sama Tuhan, bukan sama Corona!." Asli bikin frustasi.

Tidak hanya itu saja, pemberitaan terkait pandemi COVID-19 ini selalu berfokus ke hal-hal yang negatifnya seperti penambahan pasien terdampak dan juga berita kurangnya alat pelindung diri untuk tenaga medis serta meninggalnya tenaga medis akibat terpapar virus ini. Gimana gak makin parno yak? Udah parno, bawaannya pengen senggol bacok ke orang-orang yang tetap bandel.

Diem di rumah berhari-hari mungkin ujian besar buat kalangan ekstrovert, tapi jangan salah, para introvert pun juga diuji. Apa kabar dengan fasilitas di rumah/kost kita? Kalo di tempat tinggal kita ada beberapa fasilitas hiburan seperti televisi dan akses wi-fi atau paket data yang kencang sih bersyukur ya. Lha, bagaimana kalo nggak? Aku sempat membayangkan apa yang terjadi kalo aku masih tinggal di Jatinangor -- lebih tepatnya tinggal di kostku yang dulu. Televisi sih ada, tapi akses wi-fi gak ada sama sekali. Ditambah lagi, kamarku yang letaknya paling ujung dan tidak menghadap keluar membuat sinyal paket data yang kupunya itu jeleknya bukan main. Jangankan streaming film favorit, main game aja megap-megap. Yah, seandainya aku masih tinggal disana, pasti aku mati gaya banget. Udah gak bisa pulang ke Sukabumi, malah gabut di kost.

Trus ya, pastinya bosen melakukan hal yang sama di rumah. Kangen pengen jajan di luar gitu. Meskipun ada jasa pesan daring, tapi tetap saja lebih afdol kalo dine in alias makan di tempat. Berhubung ada himbauan kek gitu, otomatis tempat nongkrong dan tempat makan di kota ditutup dan hanya menerima takeaway. Belum lagi dengan faktor-faktor lainnya seperti relasi yang kurang baik dengan orang rumah sehingga bikin momen diam di rumah ini jadi makin menyiksa. Gak betah deh kalo orang rumah lagi perang dingin!

Tapi yah, kita harus bagaimana lagi. Cuman ini cara yang paling ampuh buat menekan angka positif COVID-19 dan membantu para tenaga medis buat bisa bekerja maksimal. Meskipun ini membosankan, melelahkan batin, menyiksa, dan bikin frustasi, ingatlah dengan para pejuang kesehatan di luar sana yang bekerja demi kita. Tahan egomu untuk kepentingan bersama, ya. Percaya aja dengan satu hal: semua ini pasti berlalu dan kita bisa beraktivitas kembali seperti dulu.

Posting Komentar

0 Komentar