Padahal ini masih jam setengah empat -- 30 menit menuju jam pulang kantor, namun semua orang di kantor bergegas untuk membereskan barang bawaannya dan keluar dari kantor. Aldiana merasa clueless, ada apa sih? Kenapa pada pergi semua? Apa jangan-jangan karena nggak ada Surya, sang lurah? Aldiana baru ingat jika lurah muda itu belum tampak batang hidungnya hari ini.
“Hayuk teh!” seru Timothy sambil menarik tangan Aldiana tanpa basa-basi menuju mobil milik Tirta.
“Eh eh, bentar ih! Kok ngarep banget aku ikutan, eh?” tanya Aldiana protes.
“Justru semua pegawai harus ikut, teh!”
“Tapi pak lurah kan gak ada tadi pagi? Perintah siapa ni?”
Timothy mendadak mingkem seribu bahasa saat ditanya begitu. Tirta yang sedari tadi menunggu di mobil langsung membuka jendela dan melihat dua anak buahnya yang masih anteng di luar.
“Kenapa lama sekali? Ayo masuk!” seru Tirta yang membuat Timothy dan Aldiana keder. Mereka langsung buru-buru masuk ke dalam mobil dan duduk di bangku tengah. Kepala tertunduk dan duduknya sedikit mepet, persis seperti curut disiram air. Sekretaris muda itu menghela napas panjang melihat anak buahnya yang duduk di belakang seperti tahanan yang baru saja terciduk. Mepet lagi, sungguh mengundang untuk disemprot.
“Moty, duduk di depan! Enak bener mepet-mepet sama cewek di belakang! Saya gak tanggung jawab kalo kenapa-kenapa!” seru Tirta dengan nada keki. Timothy langsung buru-buru pindah ke depan dan memasang sabuk pengaman. Ekspresinya manyun karena kenikmatannya duduk bersama teteh cantik itu diganggu oleh atasannya.
Mobil itu mulai melaju meninggalkan kantor kelurahan. Aldiana hanya cengo, dia mau dibawa kemana? Gelagat Timothy dan Tirta hari ini sungguh aneh dan tidak hanya mereka, pegawai lain juga begitu cuek bebek dan Surya absen tanpa alasan. Gadis itu jadi dilema karena dia menginginkan me time di hari ulang tahunnya namun pimpinannya malah mengajak ke suatu tempat tanpa berkata apapun.
Jangan-jangan mau diculik? Lah, tau aja kalo Aldiana disini tinggal sendirian jadinya gak ada yang nolongin? Huaaa toloooooong!
Hampir saja Aldiana berteriak ketika mobil itu berhenti di suatu tempat yang tidak asing baginya, yaitu Kafe Lampion. Lho, apa ada acara makan-makan? Apa jangan-jangan ini sebuah kejutan baginya? Tapi baik Aldiana maupun rekan-rekan sekantornya sering nongkrong disini buat makan-makan sehingga tidak ada yang spesial. Lebih tepatnya sih, mereka nongkrong disana sejak ulang tahunnya Surya dirayain disana.
“Hai, kita ketemu lagi ya!” ujar sang pemilik kafe, Rendi pada Aldiana, Tirta dan Timothy yang baru masuk ke kafe. Disapa begitu, mereka pun saling bersalaman padanya dan mengobrol sedikit.
“Baiklah, di tempat biasa kan? Mau ada tambahan lain?”
“Hah?”
Aldiana mendadak cengo, perasaan belum pesan makanan apapun tapi sudah ditanya tambahan lain?, pikirnya. Menyadari jika gadis itu terdiam seribu bahasa, Timothy dan Tirta langsung buru-buru mengalihkan perhatian.
“O-oh, nggak kok! Nggak ada!” seru Tirta. Meski ekspresinya dibuat sealami mungkin, namun nada bicaranya terdengar sedikit gagap.
“Kalo ada, nanti kami kasih tau kok, pak! Eheheheheheh!” balas Timothy dengan nada tawa khasnya yang bisa menyaingi Woody Woodpecker, tokoh burung pelatuk yang sangat terkenal.
“Iya sudah. Selamat bersenang-senang!”
Aldiana menyipitkan matanya pada dua pria di depannya. Ini terlalu mencurigakan!, pikir gadis itu. Namun sayangnya dia tetap mengikuti arah kemana Tirta dan Timothy pergi. Begitu sampai di kafe belakang dimana ada panggung dan kolam ikan disana, mereka bertemu dengan pegawai lainnya yang sedang duduk mengobrol dan merokok.
“Oh, neng udah sampe yak?” sapa Bu Eneng sambil melambaikan tangannya. “Sini duduk di sebelah ibu.”
Aldiana mengikuti saran Bu Eneng dan duduk di sebelahnya. Setelah itu apa?, pikir Aldiana lagi. Belum ada minuman ataupun cemilan tersaji disana sehingga membuatnya bertanya-tanya. Kecurigaannya semakin menguat karena ekspresi para pegawai yang tampak lain dari biasanya.
“Hm, bu. Ada acara apa ya hari ini?” tanya Aldiana polos.
“Hari ini kita mau rayain ultahnya neng Aldiana! Senang kan?”
Jawaban Bu Eneng itu sukses membuat suasana sekitarnya hening seketika. Semua pegawai yang duduk disitu hening sesaat lalu mulai berseru menyalahkan Bu Eneng yang memberitahu Aldiana. Tirta dan Timothy lebih syok lagi dan hanya bisa menepuk jidat masing-masing. Surya yang datang sambil membawa kue dengan fondant berwarna merah jambu itu hanya keheranan melihat seluruh anak buahnya yang riuh.
“Eh, kenapa nih?” tanya Surya penasaran.
“Pak lurah, Bu Eneng ngebocorin kejutannya buat neng Aldiana.” kata pak Eep memanas-manasi Bu Eneng yang manyun. Surya meresponnya dengan helaan panjang dan menaruh kue itu tepat di depan Aldiana. Yang menjadi objek acara hanya bengong melihat kejutan yang tidak profesional ini.
~000~
0 Komentar