(Akhirnya) Bawa mobil cuy!

source: pixabay.com

Akhirnya, aku mulai meng-upgrade 'kuda besi' menjadi 'kereta kencana' terhitung sejak kemarin. Itu artinya, sepeda motor kesayanganku yang kupanggil Ndut itu akan beristirahat dan tugasnya akan digantikan dengan mobil berwarna biru muda yang kupanggil Bro.

Lho, kenapa baru bawa mobil di umur sekarang? Padahal rata-rata orang yang memiliki mobil itu sudah bisa menyetir di awal umur 20-an -- lebih tepatnya, setelah bisa mendapatkan SIM A -- namun aku baru membawanya menjelang umur 27 tahun. Alasannya banyak kok, mulai dari ketidakpraktisan lebih tepatnya gak bisa nyalip dan ngebut seenaknya dalam membawa mobil, belum bisa parkir mobil dengan benar, hingga ke urusan jarang keluar rumah. Tapi sesungguhnya sumber permasalahannya cuman satu, yaitu gak mau keluar dari zona nyaman.

Yep, aku sudah nyaman dengan motorku. Gaya nyetirku yang santuy tapi bisa juga barbar itu seringkali menyulitkan pengendara mobil di jalan raya. Sering nyalip seenaknya, ngebut seenaknya. Yang penting bisa sampe tujuan dengan cepat tapi juga selamat. Begitu sudah memakai mobil, otomatis aku harus mengubah mindset itu, dimana yang biasanya 'ngerusuhin' pengendara mobil, kini harus pasrah 'dirusuhin' sama pengendara motor. Berasa kena karma ya, huhuhu.

FYI, aku belajar nyetir udah cukup lama. Kalo gak salah sih, pas SMA udah belajar dengan cara diperkenalkan oleh ortu dan juga ikutan kursus mengemudi. Namun sayangnya, keterampilan itu nggak diasah lagi karena kesibukan saat kuliah dan juga emang males. Bahkan ketika aku sudah tinggal di kota sendiri, aku belum ada niatan untuk membawa mobil untuk bekerja. Alasannya sih karena nggak ada lahan parkir di kantor. Maklum saja, nggak semua kantor kelurahan punya lahan parkir yang representatif -- malahan buat markirin motor dengan aman saja cukup sulit.  Waktu itu aku bertugas di kelurahan yang lahan parkirnya sempit banget. Oke deh, dimaklumin.

Tapi begitu aku pindah ke kantor yang sekarang dan memiliki lahan parkir yang representatif, aku belum berniat untuk menyetir. Males banget dah pokoknya. Bahkan mamahku sering menegurku untuk latihan menyetir dan sesekali menyindir aku dengan cara menceritakan sodara jauh kami yang udah mahir menyetir, malah sudah sampe keluar kota. Meski begitu, aku emang bebal banget. Kalo belum mau, ya belum. Sampai akhirnya kondisi lingkungan yang menyadarkanku untuk berlatih lagi.

Kebiasaan membawa barang-barang yang rentan rusak, cuaca ekstrim, dan keinginan pergi ke luar kota tanpa menggunakan tranportasi lain membuatku bertekad untuk belajar menyetir lagi. Gak, ini bukan karena dipaksa sama ortu, tapi emang bener-bener murni dari diri sendiri. Ortu aku pun takjub ketika aku memiliki keinginan itu dan ngedukung banget ketika aku meminta untuk menambah beberapa aksesoris di dalam mobil. Tentu saja aku yang membayar aksesoris itu biar makin sayang sama mobilnya. Heheheheh...

Tapi emang dasar masih pemula, sering banget kena sport jantung karena kondisi di jalan yang gak bisa diduga. Bahkan sempat menyenggol beberapa kali dan beruntungnya nggak menimbulkan kerusakan serius -- tapi bekasnya lumayan kentara jadinya agak jelek juga kelihatannya. Dari situ, aku bertekad untuk terus belajar menyetir, terutama parkir.

Ya, parkir. Momok terbesarku saat ini.

Emang kenapa sama parkir?

Keknya udah jadi rahasia umum kalo pengendara wanita itu agak payah untuk urusan parkir mobil, bahkan ada beberapa tempat keramaian yang menyediakan parkiran khusus wanita. Kalo para pria sih melihat hal ini bukan hal yang sulit, namun tidak bagi para wanita dan butuh waktu lama untuk bisa menguasai parkir ini. Parkir biasa saja bikin panas dingin, apa kabar parkir paralel?

Aku emang masih suka takut kalo mobil berhenti di tanjakan dalam keadaan padat merayap, tapi aku paling takut sama parkir mobil. Alasannya sama kok, takut bikin mobil penyok baik punya sendiri ataupun punya orang lain. Abisnya efeknya sama-sama merugikan, sama-sama bikin kantong kempes dalam sekejap karena biaya perbaikannya yang bukan sekadar ratusan ribu saja. Hiks.

Belum lagi cekcok sana-sini di jalan dan bikin drama. Gak banget ah buatku yang seorang introvert. Ketemu orang dalam kondisi biasa aja malesnya bukan main, apa kabar kalo ketemunya sambil ngomel-ngomel? Akhirnya aku berusaha buat belajar sedikit demi sedikit. Biar naikin jam nyetir juga.

Begitu udah mahir banget, aku pasti bakal ngegantiin ortu aku buat nyetir AKAP (Antar Kota Antar Provinsi). Tapi sudah jelas, kalo aku yang nyetir, pasti playlist sepanjang jalan adalah lagu-lagu berbahasa Jepang khas wibu! Wakakakak!

Posting Komentar

0 Komentar