Kalo diinget-inget, aku pulang ke Bali terakhir kali saat akhir Desember 2019 dan kembali ke Sukabumi tepat saat Tahun Baru 2020. Di saat itu belum ada yang namanya pandemi COVID-19, belum ada anggapan kalo pake masker keluar itu sama pentingnya seperti pake helm saat berkendara, dan pergi kemana saja hanya dengan tinggal bawa badan dan kendaraan. Namun pada awal November 2021, aku memutuskan untuk cuti ke Bali dikarenakan upacara adat keluarga yang bertepatan dengan perayaan Hari Raya Galungan dengan menggunakan pesawat.
Dua tahun gak pergi kemana-mana karena pandemi membuatku seperti narapidana yang baru saja keluar dari penjara setelah bertahun-tahun. Yah, kalo hanya AKDP alias Antar-Kota-Dalam-Provinsi sih masih bisa pergi dengan santainya karena menggunakan kendaraan pribadi. Kalo pesawat? Ada banyak aturan ini itu yang membuatku senewen seperti melaksanakan tes PCR sebelum berangkat lah, ada sertifikat vaksin lah, ditambah lagi aturan perjalanan yang terlalu dinamis dan sulit diprediksi. Beruntung, H-2 menjelang keberangkatan, ada aturan baru bahwa bisa menggunakan hasil tes antigen yang didaftarkan di aplikasi PeduliLindungi (aplikasi khusus COVID-19 di Indonesia) jika sudah divaksinasi dua kali. Aku mengelus dada dengan penuh syukur, sepertinya perjalananku ke Bali sudah diridhoi oleh Yang Maha Kuasa.
-------------------
Pukul 04.30, aku dan ibuku turun dari bis DAMRI dengan ekspresi 'muka bantal'. Karena mengambil penerbangan pagi, mau tidak mau kami harus berangkat dari rumah saat tengah malam. Di saat orang lain sedang terlelap, kami justru pergi ke shelter DAMRI dan bersiap ke Bandara Soekarno-Hatta. Sambil mendorong troli bagasi, kami mulai memperhatikan keadaan bandara yang tidak begitu ramai.
Ada hal yang baru disadari, yaitu verifikasi ulang melalui aplikasi PeduliLindungi serta paperless check-in disana. Yang harus dilakukan hanyalah memegang hape dengan dua aplikasi yang aktif yakni kode booking e-ticket serta PeduliLindungi, serta kartu identitas seperti KTP-el. Dari situ, kita mendapatkan boarding pass untuk berangkat baik yang dicetak maupun nggak. Ah iya, tiap bandara keknya punya kebijakan yang berbeda deh soal boarding pass karena di Soekarno-Hatta, boarding pass masih dicetak seperti biasa sementara di Ngurah Rai sudah menggunakan e-boarding pass yang diunduh dari situs resmi tiap maskapai.
Sempat ada kejadian yang cukup apes buatku dan lucunya, kejadian itu terjadi secara bertahap. Kejadian itu dimulai dari hasil tes antigen-ku yang nggak ada di dalam aplikasi sementara hasil tes ibuku sudah ada di dalamnya. Panik dong aku karena saat verifikasi ulang, muncul pernyataan bahwa aku nggak layak berpergian. Gara-gara itu, ibuku harus menelpon kenalannya yang menjadi admin dalam aplikasi di jam subuh itu hanya untuk memasukkan dataku lagi ke aplikasi. Setelah menghabiskan waktu sejam lebih, akhirnya dataku masuk ke dalam aplikasi.
Bisa bayangin gak sih kalo lagi enak tidur tapi malah dibangunin untuk input data? Wow sekali.
Tidak hanya sampai disitu, aku dan ibuku memakan telur rebus sembari menunggu waktu dibukanya gate menuju pesawat yang kami tuju. Tanpa kusadari, telur rebus nikmat itu ternyata adalah penjahat dalam bayangan. Dia baru melakukan aksinya yang begitu bengis, yaitu membuat perutku mulas dan harus segera pergi ke toilet. Kalo masih di ruang tunggu bandara mungkin santai, sayangnya perutku ini bergelojak saat pesawat akan take-off! Aku pun menonton demo keselamatan oleh para pramugari dengan ekspresi muka berak dan berusaha untuk tidak memikirkan keadaan perut yang makin bergejolak sadis. Aku sudah tidak menghitung berapa menit aku bertahan saat itu, pokoknya begitu tanda sabuk pengaman bisa dilepas, aku langsung ngacir ke toilet yang berada di belakang. Benar saja, aku langsung membombardir klosetnya dengan residu perut yang membludak dan aroma busuk pertanda kondisi pencernaan yang begitu buruk.
Ah, nanti aku harus mencoret nama telur rebus dari daftar sarapanku.
------------------------
Setelah landing, kami pun bergegas menuju tempat pengambilan bagasi. Eh tapi tunggu dulu, kami harus berhenti di area dimana ada petugas kesehatan sedang mengecek ponsel tiap penumpang. Ternyata ada satu kegiatan yang harus dilakukan yaitu mengisi e-HAC yang seperti mengisi identitas diri dan tujuan berangkat. Emang dasar katro, kami belum melakukan apapun sehingga yang kami lakukan hanyalah mencoba mengikuti tutorial yang dipasang di sebuah banner. Itupun masih ada kesulitan karena kendala sinyal dan aplikasi yang ngedadak megap-megap. Walhasil, ketika kami berhasil melewati pemeriksaan kesehatan, tidak ada satupun bagasi penumpang lain yang berada di tempat pengambilan bagasi. Namun bagasi kami sudah diamankan oleh satpam bandara. Kejadian itu juga terjadi ketika kami kembali lagi ke Soekarno-Hatta meski sudah mulai gape. Ternyata oh ternyata, mengisi e-HAC bisa dilakukan di rumah asalkan sudah memegang tiket keberangkatan dan kami baru tau setelah beberapa hari sejak cuti itu. Benar-benar katrok sekali kami ini.
0 Komentar