"Uh, ini format buat surat keterangan domisili ya. Yang ini surat keterangan domisili usaha…" gumam Aldiana bermonolog ketika dirinya tengah membaca tiap nama file softcopy yang ada di dalam komputer pelayanan. Matanya menyipit ketika dia membaca tiap file tersebut dan memangku dagunya sendiri. Sebagai seorang pamong praja yang cukup ahli dalam urusan tata naskah dinas, Aldiana bisa langsung mengetahui ada sesuatu yang janggal disana.
"Paragraf yang ini beneran kek gini formatnya?" tanya Aldiana pada Timothy yang berada di sebelahnya.
"Keknya sih gitu, teh. Udah dari sananya gitu." kata Timothy singkat.
Aldiana mengangguk maklum. Gadis itu terus membaca tiap lembarnya dan mulai memahami jika surat dinas di kelurahan lebih berorientasi pada surat keterangan untuk masyarakat. Di saat itu, Tirta mendekati meja pelayanan sembari membawa buku folio berukuran besar yang baru dibawa dari ruangannya.
"Oh iya, kasih ini ke Pakkei ya nanti. Dia masih rapat kan ya?" ujar Tirta pada Timothy. Yang ditanya hanya mengangguk pelan.
"Masih, pak. Pakkei masih di kecamatan." jawab Timothy. Sesaat Tirta menatap ke arah Aldiana yang masih fokus di komputer pelayanan.
"Sibuk sekali kelihatannya, bu Aldi. Sedang apa?" sapanya sambil mendekati Aldiana. Gadis itu menoleh ke arah Tirta dan kaget jika jarak mereka sangat dekat sehingga membuatnya gugup.
"O-oh! Saya sedang membaca format suratnya, pak. Ng, setidaknya saya memahami surat-suratnya apa saja, pak." jawab Aldiana. Beruntung gadis itu bisa menjawab dengan suara yang mantap di hadapan Tirta dan membuat seklur itu mengangguk paham.
"Baguslah, itu memang tindakan yang patut dilakukan. Kalo seandainya lurahnya ada disini, keknya dia bakalan seneng banget punya staf sepertimu ya."
Aldiana memiringkan kepalanya. Apa maksud dari pernyataan itu? Entah itu adalah sebuah pujian atau basa-basi semata, apalagi melihat ekspresinya Tirta yang tidak berubah sama sekali dari ekspresi biasanya, lempeng. Sementara itu, Timothy hanya tertawa kecil mendengar pernyataannya Tirta barusan.
"Aku setuju, pak! Teh Aldi keren banget tadi! Bisa jadi penerusnya bapak ini mah, heheheh…." timpal Timothy. "Kalo pak Tirta gimana? Seneng juga kan punya pegawai kek teh Aldi?"
"Saya sih gak perlu ditanya." balas Tirta dengan nada datar. "Lagipula--"
"Ng, pak…." potong Aldiana mendadak. "Maaf kalo saya motong ngedadak, tapi saya kepo kenapa bapak nyebut soal pak lurah tadi. Emangnya kenapa dengan pak lurah?"
Tirta dan Timothy saling berpandangan agak lama. Hening mulai terasa selama beberapa menit dan akhirnya Tirta mulai angkat bicara.
"Sepertinya kita harus ke ruangan saya dulu ya, dek…"
~000~
To be continued
0 Komentar