24 Desember, jam 10.30…
Kue, cek.
Confetti, cek.
Venue, cek.
Timothy terus mengecek kesiapan kejutan ulang tahun untuk Surya, sementara itu Aldiana menyimak pemuda berambut brunet itu komat-kamit menyebutkan beberapa properti yang menjadi inti acara. Suasana Kafe Lampion cukup ramai dengan beberapa anak muda yang tengah menikmati pesanan mereka sembari bercanda maupun mengerjakan sesuatu di mejanya masing-masing.
"Moty, ini bukan mau ujian. Gak usah diapalin!" gumam Aldiana sambil terkekeh pelan. Timothy menanggapinya dengan mulut mencucu dan tatapan memelas.
"Kan biar perfect gitu. Biar pak lurah senang dengan kejutan kita! Kan baru pertama kalinya dirayain!" sergah Timothy membela diri.
Aldiana hanya bisa menghela napas panjang. Luar biasa sekali Timothy Andreas, pikir gadis itu. Kalo urusan seru-seruan, dia selalu berada di garda terdepan.
"Trus gimana? Pak seklur lagi jemput pak lurah ya?" tanya Bu Eneng yang sedang membawa beberapa minuman manis untuk acara mereka.
"Katanya sih gitu…"
Sementara itu, sebuah mobil yang dikendarai oleh Tirta memasuki kawasan perumahan yang menjadi tempat tinggalnya Surya. Begitu sampai di depan rumahnya, Tirta keluar dari mobil dan memencet bel rumah yang berada di dekat pintu.
"Yooooo…" suara Surya terdengar dari dalam rumah dan pintu itu terbuka. Terlihat sosok pria bertubuh tinggi dengan setelan kasual khasnya. Kaos berwarna ungu gelap polos, celana jins berwarna biru muda dan sepatu sneakers berwarna gelap. Tak lupa, dia membawa jaket hoodie berwarna kuning stabilo yang ditenteng di lengannya.
"Ckckck, kek mau ngapel gebetan." gumam Tirta yang direspon dengan sentilan maut dari Surya.
"Diem lo." gumam Surya mendadak bete. Tirta hanya menahan senyum melihat respon rekan seangkatannya yang menggemaskan.
"Ya udah, ayo kita berangkat." ujar Tirta dan berjalan ke arah mobilnya. Setelah Surya selesai mengunci pintu, akhirnya dia duduk di kursi depan dan mobil itu berjalan meninggalkan kawasan perumahan tersebut.
"Istrimu mana? Gak diajak?" tanya Surya kepo.
"Nggak. Dia ngurus anak-anak di rumah." jawab Tirta singkat. "Lagian istri saya udah tau kok kalo saya mau ngapel sama pak lurah."
"Gokil, bilangnya ngapel dong--!"
"--tapi benar kan?"
Surya merasa baru saja di-KO oleh Tirta dan akhirnya terdiam. Sesaat, Surya menoleh ke arah Tirta dan bertanya sesuatu.
"Proyekanmu gimana?"
"Oh, saya suspend akhir tahun. Saya kan mau liburan, rehat gitu lho."
"Iya sih.." Surya mengangguk pelan. "Salut dah sama kamu pokoknya."
"Makasih. Saya melakukan hal yang saya bisa aja."
Begitu obrolan itu usai, keheningan melanda dan kedua pria itu fokus dengan urusannya masing-masing -- Tirta fokus menyetir dan Surya mengecek linimasanya di ponsel. Sesekali Surya tersenyum karena ada beberapa post-nya yang jenaka.
"Sur…" panggil Tirta pelan.
"Ya?"
"Hari ini kan hari bersejarah buat kamu, mungkin ada sedikit harapan?"
Surya menerawang ke depan saat ditanya begitu. Harapan apa ya, pikirnya. Karir sudah oke, udah S2, rumah udah punya, mobil udah ada. Lalu apalagi?
Hanya satu yang belum dimiliki Surya…
"Mungkin bisa ketemu pasangan hidup?"
Tirta melirik sedikit ke arah Surya saat mendapatkan jawaban itu. Jawaban yang sederhana namun bisa menjadi kompleks. Tirta hanya menghela napas panjang sebagai respon balasan.
"Amiiin…" gumam Tirta singkat. Tanpa sadar, mobil sudah sampai di ujung Jalan Kaswari -- lokasi Kafe Lampion -- dan langsung masuk menuju kafe yang menjadi tujuan mereka.
~000~
To be Continued
0 Komentar