Chapter 8 (section 2)

 


Aldiana terpaku melihat ruangan seklur kali ini. Biasanya ruangan ini begitu apik, namun kali ini begitu berantakan dengan berkas dimana-mana. Terlihat sang pemilik ruangan begitu kepayahan memilah dan membereskan berkas-berkas itu -- bahkan kacamatanya nyaris saja terlepas. 


“Oooooh, halo dek…...” sapa Tirta dengan agak kepayahan. “Disuruh sama pak lurah kesini ya?” 


Aldiana mengangguk pelan sebagai respon. Tirta hanya mendengus lalu tersenyum kecil saat melihat respon juniornya itu. 


“Sepertinya pak lurah memaksa ya tadi, heheh...” gumam Tirta sambil terkekeh. Mendengar itu, Surya langsung mendekati Tirta dan memukul lengannya dengan telapak tangan.


“Adaw, sakit!” pekik Tirta mengaduh, sementara Surya hanya memasang muka tanpa dosa. Aldiana cukup heran melihat situasi ini, sepertinya mereka sedang bercanda di situasi yang cukup sibuk ini. 


“Kenapa diam saja? Bantuin sini!” seru Surya sambil menyadarkan gadis itu. Aldiana pun langsung duduk dan mulai melihat berkas-berkas di depannya. 


“Ng, aku harus ngumpulin yang mana saja?” gumam Aldiana sambil menatap ke arah Tirta. 


“Kumpulkan saja sesuai tahun dan jenis berkas, lalu nanti masukin ke file yang ini ya.” kata Tirta sambil menunjuk ke file kosong yang tergeletak di sisi meja yang lain. Aldiana menyanggupinya dan mulai menyortir berkas sesuai dengan instruksi dari Tirta. 


“Aku panggil Moty dan juga Pak Eep ya.” kata Surya sambil keluar dari ruangan. Tirta tidak berkata sepatah kata apapun dan tetap mengurusi berkas-berkas miliknya itu. 


“Maaf nih, kak.” panggil Aldiana. “Berkas-berkas ini untuk apa?”


“Oh, ini ada berkas kepegawaian yang sudah bertahun-tahun lamanya dan ditaruh di sembarang tempat. Jadinya, saya mau membereskan sekaligus sortir beberapa berkas yang memang masih diperlukan.” jawab Tirta. “Lagian coba deh dilihat, ada berkas-berkas pegawai yang sudah tidak bekerja disini. Lebih baik dirapikan karena bisa saja pegawai itu datang kesini lagi untuk mencari berkas lamanya.”


Aldiana melihat salah satu berkas yang asing baginya. Benar saja, disana tertera nama pegawai yang tidak dikenali oleh Aldiana. Mungkin dia sudah pindah, pikirnya saat itu dan mulai membereskannya.  Begitu selesai membereskanya, Aldiana mengambil berkas lain dan tidak sengaja melihat nama yang tertera disana.


“Ng, ini DRH-nya bang Surya?” celetuk Aldiana spontan. Tirta langsung menoleh ke arah gadis itu dan mengintip berkas yang disebut sebagai daftar riwayat hidup itu.


“Oh iya, ini DRH-nya Surya.” jawab Tirta. “Memangnya kenapa?” 


“Ng, gelarnya dobel. Surya Arkananta, S.STP, M.Si. Berarti dia udah--”


“--Kenapa?”


Omongan Aldiana terputus ketika Surya masuk ke ruangan bersama Moty dan Pak Eep. Ekspresi Surya masih sama seperti saat memukul lengan Tirta tadi, ekspresi datar seperti tanpa dosa. Aldiana pun menelan ludah, pimpinannya ini cukup menyeramkan hari ini.


“Lha, tadi ngedengerin omongan kami ya?” tanya Tirta singkat. 


“Nggak." 


"Astaga gaje banget." gumam Tirta ketika Surya memberikan jawaban singkat itu. "Dikirain kamu dengar obrolan kami barusan." 


“Aku hanya dengar kata ‘udah’-nya aja. Jadinya kujawab.” balas Surya lagi. Tirta yang enggan membalas pun langsung melanjutkan pekerjaannya sementara Moty dan Pak Eep menatap seluruh berkas yang masih tercecer. 


“Banyaknya, pak seklur--” gumam Moty spontan. “Apa mau dibuang sebagian?”


“Nggak kok, Moty. Kita beresin ini dulu lalu disimpan karena bisa jadi pegawai lama akan mengambil arsipnya.” 


“Ng, tapi kan mereka belum tentu bakalan dateng gitu, pak?”


Ketika Tirta dan Moty tengah berbincang-bincang, Aldiana pun menoleh ke arah Surya yang sedang mengambil beberapa berkas dan menatapnya cukup lama. Menyadari jika dirinya diperhatikan, Surya pun menoleh ke arah gadis itu. 


“Ada sesuatu?” tanya Surya. Aldiana hanya menggelengkan kepala dengan kikuk.


“Ng, nggak pak. Cuman--”


“Cuman?” ulang Surya penasaran. 


Aldiana terdiam beberapa saat sebelum melanjutkan, “Bapak S2 dimana?”


Mata Surya membesar ketika Aldiana bertanya seperti itu. Dia pun menerawang ke arah langit-langit ruangan. “Aku dulu kuliah S2 di kampus kita. Tau kan program magister pemerintahan daerah?”


“Hah? Aku baru tau kalo ada S2 di kampus!” seru Aldiana terkejut. Melihat juniornya seperti itu, Surya hanya menghela napas panjang.


“Kemana aja, Aldi? Respek dong sama lingkungan kampus!” cela Surya dan membuat Aldiana merengut.


“Iya deh, siap salah….” ujar Aldiana dengan mulut merengut. Moty yang mendengar pembicaraan itu langsung ikut menimpali. 


“Pak lurah, teh Aldi kan nanya baik-baik, kok bapak cela sih?” timpal Moty dengan nada heran. Surya pun balas memandang Moty saat itu. 


“Salahnya sendiri gak tau kalo ada program S2 di kampusku.” jawab Surya singkat. Aldiana yang mendengar itu hanya bisa mendengus kecil. Jika seandainya lepas kendali, sudah pasti dia ingin menghajar seniornya itu.

“Yah, jangan disamain sama pak lurah yang TAU SEGALANYA.” timpal Tirta mendadak dengan penekanan di akhir kalimatnya dan menatap tajam atasannya itu. “Maklumi saja, pak lurah. Tidak semua orang tau akan hal itu...”

Surya cukup bergidik ketika Tirta menatapnya seperti itu. Ternyata sekretarisnya itu membela Aldiana dan Surya langsung menyadari kekeliruannya dalam berucap. Sementara itu, Aldiana menatap Tirta dengan tatapan haru ketika Tirta dan Moty membelanya. 

~000~


to be continued


Posting Komentar

0 Komentar