Chapter 8 (section 3)

 


Ketika selesai mengerjakan tugas dari Tirta, Aldiana mulai mencari informasi program S2 di kampusnya melalui situs pencarian. Benar saja, ada website khusus program S2 namun ketika Aldiana masuk ke dalamnya, informasi disana hanya sedikit dan cenderung ketinggalan zaman.


“Huft, keknya admin websitenya males update kali ya.” gumam Aldiana sendu. “Apa kucoba cari info kampus lain ya…” 


“Kamu lagi ngapain?” 


Aldiana menoleh ke sumber suara. Ternyata Surya mampir lagi ke mejanya dan menatapnya lama. Gadis itu hanya memasang ekspresi tegang saat menatap seniornya itu. 


“Uh, biasa pak…” jawab Aldiana menggantung. 


“Masih nyari info S2?” tanya Surya lagi. “Aku kasih saran kalo gitu.”


“Eh?” Aldiana berkedip cepat. Surya memberinya saran? Itu cukup mengejutkan, pikirnya saat itu. “Saran?” 


“Ya. Kamu mending daftarnya ke sekolah ilmu administrasi negara saja. Disana ada program S2 dan jadwal kuliahnya fleksibel untuk pegawai negeri kek kita. Lagipula, kampusnya di belakang Gedung Sate. Lebih mudah daripada harus ke Jatinangor. Oh iya, nanti mau ambil izin belajar atau tugas belajar?”


“Uhm, aku belum nentuin…” jawab Aldiana pelan. “Bedanya apa, pak?” 


“Kalo izin belajar, kamu pake biaya sendiri. Selain itu, kamu masih bisa aktif sebagai PNS. Semacam kuliah sambil kerja begitu.” jawab Surya panjang lebar. 


“Kalo tugas belajar?”


“Kalo tugas belajar itu biayanya dari pemerintah, anggap saja itu adalah beasiswa untuk pegawai. Selain itu, kamu gak aktif sebagai PNS alias benar-benar fokus kuliah saja. Hanya saja, pengabdian minimal selama dua tahun dan jika kamu menjabat, mau gak mau jabatanmu dilepas karena kamu harus kuliah full-time.” 


“He? Berarti kalo tugas belajar itu harus menunggu dua tahun dulu?” tanya Aldiana dengan ekspresi terperangah.


“Tentu saja. Buat yang gak suka nunggu sih, mending izin belajar. Palingan harus siap biaya kuliah aja.” 


Aldiana merenung sejenak setelah mendapatkan penjelasan dari Surya. Tugas belajar terdengar menggiurkan karena biayanya ditanggung pemerintah, namun dia harus menunggu lama dan dia tidak ingin seperti itu. Tapi bagaimana dengan izin belajar? Bisa saja Aldiana memulai namun dia takut membebani keluarganya yang ada di Bandung. 


“Hm? Aldi?” panggil Surya yang kini mengambil kursi di dekat meja Bu Eneng dan duduk di depan gadis itu. “Hello?”


“O-oh iya, maaf pak…” gumam Aldiana yang mulai tersadar dari pikirannya.


“Apa karena menjelang jam makan siang, kamu jadi melamun ya?” cibir Surya dan menunjukkan seringai yang terkesan menyebalkan di mata Aldiana. 


“Ng, bukan--”


“--jika kamu masih bingung, pikirkan dulu baik-baik. Kalo perlu, diskusi sama orangtua juga. Oh iya, orangtua tinggal dimana?” potong Surya seenaknya


“Tinggal di Bandung, pak. Ng, hanya ibu saja. Kalo bapak, sudah gak ada.” jawab Aldiana canggung. Seketika Surya terdiam cukup lama, begitu juga dengan beberapa pegawai yang tidak sengaja mendengar percakapan mereka. 


“He? Bapaknya Teh Aldi udah meninggal?” tanya Moty dengan ekspresi tidak percaya. Aldiana merespon dengan anggukan pelan. 


“Yah, udah lama sih. Saat aku SMA dan kakakku kuliah kedokteran.” jawab Aldiana tanpa beban. Dia pun memandang semua pegawai yang tampak prihatin dengan jawaban itu. “Heeeeeh, kenapa mukanya kek gitu semua sih?” 


“Turut berduka cita ya, teh…” gumam Moty berduka sementara yang lain memanjatkan doa kedukaan. Sementara Surya hanya terpaku tanpa suara. 


“Makasih banyak ya, heheheh. Tenang saja, aku akan diskusi sama keluargaku nanti. Semoga mereka merestui.” kata Aldiana dengan riang. “Ehm, pak. Aku mau ke belakang dulu…”


Gadis itu berjalan meninggalkan ruangan sembari mengambil beberapa helai tisu di kantungnya. Begitu sosoknya berlalu, semua pegawai disana menoleh ke arah Surya dengan tatapan kesal. 


“Bapak sih ngomongnya kek gitu!” cela Bu Eneng gemas. 


“Tadi di ruangannya pak seklur, pak lurah juga ngata-ngatain Teh Aldi lho, bu!” ujar Moty memanas-manasi keadaan. Ketika para pegawai ribut menyalahi Surya, Tirta pun menghampiri Surya dan menepuk bahunya. 


“Tabah aja ya, bro..” gumam Tirta diiringi dengan Surya yang mendengus kesal. 


~000~


Posting Komentar

0 Komentar